Ah.
Begini saja, aku telah harsa.
Secangkir susu coklat panas.
Laraku hilang.
Tanpa masygul.
Titik. Tanpa Koma.
Engkau yang di sana.
Aku di sini.
Kita berjumpa via suara.
Itu kata lagu favoritku.
Senja ini sungguh nakal.
Aku diam sendiri.
Menyesap susu coklat panas.
Eh, senja datang membawa kabar.
Angin yang bertulang begitu lihai.
Mendekap erat.
Membuatku mengingat Bulan.
Hatiku pun menjadi renjana.
Aku tengok langit
Berharap bisa melihat Bulan.
Kan, senja nakal.
Langitnya mendung.
Bulannya dikekang awan gelap.
Satu , dua, tiga...
Langit mendung ku tiup.
Wus...
Sekarang aku bisa melihat Bulan.
Senyumnya tipis.
Lalu, ku kenakan sayapku.
Aku terbang ke atas.
Ku berbisik di telinga Bulan.
"Bulan, ku dekap engkau. Temani aku menikmati senja setiap hari. Love you."
Welcome to the world of contemplation, short story, and novel. All logic and fantasy are blended here. Have a nice reading
Langganan:
Postingan (Atom)
Senja yang tak dirindukan
Dari sudut kota ini, aku mengukir syahdu. Sunyi tak bertepi. Sempurnalah. Ku hitung rintik hujan Memuaikan setiap rindu yang te...
-
Ah.. ini sudah terlalu lama. Aku lupa untuk bercerita tentang kehidupan kampus. Sudah 6 kali pertemuan dan sudah menjelang UTS juga. Cerita ...
-
Ah ini Bukan tentang aku mengagumi mu Sungguh bukan Mataku saja sudah lelah menatap layar Merah dan berair Aku hanya menjawab pertanyaanmu...