Cahaya Purnama
Bukan sedih yang aku ingat dari malam malam saat kita bersama. Bukan pula tetesan air mata saat aku simpan. Namun, hanya purnama yang pernah kita lihat bersama di atas kota kecil itu.
Barangkali, engkau hanya melihat bintang cahaya lain saat aku melihat purnama itu. Namun, tak setiap detik engkap menghadap cahaya itu. Kita juga pernah melihat sang pertapa malam bersama. Cahaya sang pertapa benar sehangat tatapan mu. Seketika, dinding hati luluh. Dan aku hanya bisa terseyum saat engkau berkata bahwa tatapan purnama seindah tatapanmu.
Pun, saat purnama hanya berbentuk sabit, engkau berkata bahwa bulan sabit itu adalah refleksi senyum indah mu. Aku hanya bisa tersenyum.
Jika engkau bertanya apakah aku merindukan purnama dan sabit itu, aku sungguh merindu.Tiap detik engkau bercahaya, aku masih ingat. Pun saat keheningan malam hanya menemani kita. Aku bintang dan engkau bulan. Aku selalu datang dengan cerita cerita aneh dalam bentuk miliar bintang.
Kau tak perlu menjadi bulan yang harus menjauh tertutup awan. Kau harus bercahaya. Di manapun engkau, bintang ini akan datang untukmu. Tiap malam, bintang bintang ini akan ada untukmu.
Be good there the moon.
Welcome to the world of contemplation, short story, and novel. All logic and fantasy are blended here. Have a nice reading
Langganan:
Postingan (Atom)
Senja yang tak dirindukan
Dari sudut kota ini, aku mengukir syahdu. Sunyi tak bertepi. Sempurnalah. Ku hitung rintik hujan Memuaikan setiap rindu yang te...
-
Ah.. ini sudah terlalu lama. Aku lupa untuk bercerita tentang kehidupan kampus. Sudah 6 kali pertemuan dan sudah menjelang UTS juga. Cerita ...
-
Ah ini Bukan tentang aku mengagumi mu Sungguh bukan Mataku saja sudah lelah menatap layar Merah dan berair Aku hanya menjawab pertanyaanmu...