Minggu, 08 September 2024

Malang dan hujan pertama di bulan september

           Mungkin, hal ini bukan terjadi pada diriku saja. Malang menjadi tempat kuliah yang suasananya membuat orang betah. Cuacanya yang sejuk membuat orang betah untuk jalan-jalan atau mungkin duduk di pinggir jalan. Kuliner dan tempat wisatanya pun benar benar lengkap. Kalua urusan pendidikan, Malang memang jagonya. Kampus top selevel Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang menjadi incaran anak-anak yang ingin kuliah di kampus negeri berkualitas, Jika ingin kuliah di kampus swasta yang berkualitas, ada kampus IAIN Malang, Universitas Islam Malang , dan Universitas Muhammadiyah Malang.

          Ini adalah kesempatan kedua buat saya untuk tinggal dan hidup di Kota Malang. Tentu ini adalah sebuah dia yang pernah saya ucapkan di dalam hati sejak lama. Selepas kuliah Pendidikan Profesi Guru di Universitas Negeri Malang (UM Malang), saya sempat berdoa untuk kembali dan kuliah di sini lagi. Ternyata, Allah Swt mengabulkan doa saya waktu itu. Sekarang saya belajar di Universitas Negeri Malang sebagai mahasiswa program studi pascasarjana pendidikan Bahasa Inggris.

          “Hamba betah di Malang,” mungkin itu salah satu doa saya selama di Kota Malang. Terlepas saya belum memiliki rumah, kendaraan mobil, dan pekerjaan tetap di Kota Malang, itulah yang saya ucapkan di dalam hati.

          Kota Malang adalah kota kedua yang saya merasakan kenyamanan untuk tinggal setelah Kabupaten Jember. Di Jember, ada banyak kenangan yang tertinggal. Ada banyak hal yang membuat saya betah untuk tinggal di Kabupaten Jember. Mungkin tidak selengkap Kota Malang, namun saya bisa mendapatkan apa yang saya butuhkan di Kabupaten Jember. Masakan di Kabupaten Jember pun terasa cocok dengan lidah saya yang berasal dari desa.

          Mungkin yang aneh bagi saya saat tinggal di Kota Malang adalah masakannya. Hamper semua masakan terasa manis. Saya harus memesan dengan embel-embel ”Pedes banget” jika saya ingin masakan yang sedikit nendang di mulut.

          Saya sudah hampir setahun di Kota Malang. Selama semester 1 dan 2, saya tidak sempat berkeliling Kota Malang. Kehidupan saya hanya kampus dan kos-kosan. Sesekali saya bermain basket di lapangan basket kampus atau lapangan basket di daerah rampal di hari sabtu. Jika sudah bosan, saya akan pergi ke Kota Batu di hari Sabtu pagi setelah saya shalat shubuh. Saya berkendara ke Kota Batu dengan kostum yang sedikit nyeleneh, yaitu dengan menggunakan sarung.

          Di sana, saya menemukan sebuah tempat warung kopi yang menjual Susu Telur Madu Jahe (STMJ) dan warung lain yang menjual ketan dengan topping kacang ijo halus. Saya begitu menikmati makanan dan minuman dari kedua warung tersebut karena letaknya yang berseberangan dengan Alun Alun Kota Batu. Segelas STMJ sudah cukup membuat saya kenyang hingga siang atau sore hari.

          Bagaimana dengan harga makanan dan minuman di Kota Malang? Ini lah yang menjadi perdebataan. Bagi saya yang finansial belum stabil dan terbiasa makanan dengan harga sepuluh ribu, mungkin masakan dan minuman di Kota Malang sedikit mahal. Namun, bagi orang Jakarta, harga harga di Kota Malang bak terjun bebas. Mereka bilang kalua harga makanan dan minuman di Kota Malang ini setengah dari harga di Kota Jakarta.

          Jika ditanya soal proses studi saya, tentu ini bisa panjang ceritanya. Saya paham betul bagaimana kerasnya tranformasi dari seorang praktisi menuju seorang akademisi. Sebelumnya, saya hanya menghabiskan waktu untuk menulis modul Bahasa Inggris singkat dan mengajar Bahasa Inggris dasar. Kini, saya harus bertempur dengan artikel artikel internasional dan dunia penelitian. Memang rasanya sulit namun ini jauh lebih menyenangkan karena setiap kesulitan yang saya lewati seperti mengalahkan diri sendiri. Saya belajar bahwa saya tidak merasa nyaman saat saya berada di zona nyaman. Mungkin ini sejalan dengan ucupan salah dosen kepada saya,”kamu akan dewasa ketika kamu tidak dipuja dan semua harus diurus sendiri.”

          Bagi Sebagian orang, kalimat ini mungkin terasa pedas didengar. Namun, inilah kalimat yang membuat saya mencintai hidup di dunia rantau. Ada banyak hal yang saya pelajari saat saya merantau. Tentu yang paling jelas adalah bagaimana runtuhnya ego diri saya yang merasa selalu merasa besar dan benar. Banyak renungan yang saya pelajari saat merantau dan saya tulis di buku harian saya. Mungkin, bahasa sederhananya begini, ”Rantau membentuk growth mindset saya.”

          Ada banyak hal yang saya ingin lakukan di Kota Malang. Semoga semua bisa tercapai di tengah tuntutan saya menyelesaikan tugas akhir dan kewajiban saya sebagai kepala keluarga.

          Rantau benar – benar mengajarkan kepada saya tentang kekuatan doa saya sebagai seorang muslim. Saya mencintai Malang dan segala ceritanya. Saya merindukan Jember dengan segala kenangannya.

          Inilah renungan saya saat menikmati hujan pertama di bulan September di Kota Malang. Baunya begitu khas dan hawanya begitu pas. Pas untuk merenung maksudnya. Hehehe.

          Semangat, Mas Fen!

 

Malang dan hujan pertama di bulan september

             Mungkin, hal ini bukan terjadi pada diriku saja. Malang menjadi tempat kuliah yang suasananya membuat orang betah. Cuacanya yan...